Monday 4 March 2013

SHAFA MARWA (SEJARAH ZAM-ZAM)

“Dan ketika Ibrahim diuji Rabbnya dgn beberapa kalimat lalu Ibrahim menunaikannya..”.
Allah memerintah Ibrahim A.S. berhijrah ke Mekah. Perintah ini bukan kali pertama bagi Ibrahim. Sebelumnya beliau telah menunaikan hijrah beberapa kali dari Babilon ke Palestina; dari Palestina ke Mesir; dari Mesir ke Palestina lagi. Semua beliau lakukan demi risalah suci.
Hijrah ke Mekah kemudian menjadi peristiwa yang monumental di dalamnya syarat dgn pelajaran utk sebuah pengorbanan sejati. Sekurang-kurangnya ada tiga aktor yang berperan penting Ibrahim Hajar Isma’il. Ketinganya mewakili tiga unsur keluarga bapak istri dan anak.
Adalah Ibrahim A.S. yang sudah berumur mengharapkan keturunan. Allah kemudian memberinya Isma’il. Bukan main girang dan bersyukurnya Ibrahim ia mendapat karunia yang selama ini selalu dimintanya. Sampai akhirnya datang perintah hijrah ke tempat yang kini dikenal dgn Mekah.
Ibrahim Hajar dan Isma’il pergi menuju padang gersang yang tak bertuan itu. Tiada penduduk tiada tempat tinggal tiada tanaman tiada air. Di tempat itulah Ibrahim rela meninggalkan istri dan bayinya. Semua ia lakukan demi perintah Allah. Tak banyak bekal yang beliau tinggalkan kecuali seteko air dan sekantong makanan.
Ibnu Katsir menceritakan saat Nabi Ibrahim hendak berlalu sang istri menarik tali kekang tunggangannya dan bertanya:
 “Apakah Kanda akan meninggalkanku bersama anakmu di tempat yang tiada tanaman lagi ?”
Ibrahim A.S. terdiam. Hajar mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali dan tetap saja Ibrahim diam.
Sampai akhirnya Hajar mengganti pertanyaan:
“Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan hal ini?”
“Benar” jawab Ibrahim.
Hajar menimpali “Jika demikian Allah tidak akan mempersulit kami.”
Sungguh sebuah dialog yang menusuk hati. Merefleksikan kedalaman iman. Tercermin ketundukan sekaligus pengorbanan yang menakjubkan. Berhijrah meninggalkan kemapanan dan barangkali rumah pekerjaan sanak keluarga serta nilai materi dunia lain menuju tempat yang gersang tak bertuan tak ada jaminan keamanan tidak juga makanan dan minuman apalagi sanak keluarga dan handai taulan. Sebuah sikap dan keputusan yang memancarkan nilai tawakal dan iman yang begitu tinggi bahwa hanya Allah yang Maha Menghidupkan Maha Mematikan Maha Memberi Rezeki. Meyakini dan mewujudkan keyakinan tersebut dalam praktik tentu tidak semudah meyakininya dalam teori. Tidak semudah menghafal lafaz-lafaz Asmaul Husna. Ibrahim beserta keluarga tidak sedang berteori tetapi tengah mengartikulasikan sebuah teori.
Sampai akhirnya terjadilah peristiwa bersejarah. Perbekalan air dan makanan Hajar habis. Isma’il A.S. menangis kehausan krn ibunya tak lagi dapat mengeluarkan ASI. Sang ibu kelabakan ia berlari berusaha mencari air di antara Bukit Shofa dan Marwa. Usahanya tak menuai hasil. Terjadilah mukjizat Isma’il menjejakkan kakinya dan terpancarlah air. Hajar berseru:
 “Zummi? zummi?”
Sang air kemudian mengumpul jadilah ia telaga zam-zam. Dalam syariat haji kesabaran dan keyakinan keluarga Ibrahim diabadikan dalam amal Sa’i.

No comments:

Post a Comment