Sesampainya Muslimin di ujung bukit itu, Ali pergi
lagi mengisi air ke dalam perisai kulitnya. Darah yang di wajah Muhammad dibasuhnya
serta menyirami kepalanya dengan air. Dua keping pecahan rantai besi penutup
muka yangmenembus wajah Rasul itu oleh Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah dicabut sampai
dua buah gigi serinya tanggal.
Selama mereka dalam keadaan itu tiba-tiba Khalid
bin'l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah berada di atas bukit. Tetapi Umar
bin'l-Khattab dengan beberapa orang sahabat Rasul segera menyerang dan berhasil
mengusir mereka. Sementara itu orang-orang Islam sudah makin tinggi mendaki
gunung. Tetapi keadaan mereka sudah begitu payah, begitu letih tampaknya,
sampai-sampai Nabi melakukan salat lohor sambil duduk - juga karena luka-luka
yang dideritanya, - demikian juga kaum Muslimin yang lain melakukan salat
makmum di belakangnya, sambil duduk pula.
Sebaliknya pihak Quraisy dengan kemenangannya itu
mereka sudah girang sekali. Terhadap peristiwa perang Badr mereka merasa sudah
sungguh-sungguh dapat membalas dendam. Seperti kata Abu Sufyan: "Yang
sekarang ini untuk peristiwa perang Badr. Sampai jumpa lagi tahun depan!"
Tetapi isterinya, Hindun bint 'Utba tidak cukup
hanya dengan kemenangan, dan tidak cukup hanya dengan tewasnya Hamzah b.
Abd'l-Muttalib, malah bersama-sama dengan warõita wanita lain dalam
rombongannya itu ia pergi lagi hendak menganiaya mayat-mayat Muslimin; mereka
memotongi telinga-telinga dan hidung-hidung mayat itu, yang oleh Hindun lalu
dipakainya sebagai kalung dan anting-anting. Kemudian diteruskannya lagi,
dibedahnya perut Hamzah, dikeluarkannya jantungnya, lalu dikunyahnya dengan
giginya; tapi ia tak dapat menelannya. Begitu kejinya perbuatannya itu, begitu
juga perbuatan wanita-wanita anggota rombongannya, bankan kaum prianyapun turut
pula melakukan kejahatan serupa itu, sehingga Abu Sufyan sendiri menyatakan
lepas tangan dari perbuatan itu. Ia menyatakan, bahwa dia samasekali tidak
memerintahkan orang berbuat serupa itu, sekalipun dia sudah terlibat di
dalamnya. Bahkan ia pernah berkata, yang ditujukan kepada salah seorang Islam.
"Mayat-mayatmu telah mengalami penganiayaan. Tapi aku sungguh tidak senang,
juga tidak benci; aku tidak melarang, juga tidak memerintahkan."
Selesai menguburkan mayat-mayatnya sendiri.
Quraisypun pergi. Sekarang kaum Muslimin kembali ke garis depan guna
menguburkan mayat-mayatnya pula. Kemudian Muhammad pergi hendak mencari Hamzah,
pamannya. Bilamana kemudian ia melihatnya sudah dianiaya dan perutnya sudah
dibedah, ia merasa sangat sedih sekali, sehingga ia berkata:
"Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka
seperti kau ini. Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang begitu
menimbulkan amarahku seperti kejadian ini." Lalu katanya lagi: "Demi
Allah, kalau pada suatu ketika Tuhan memberikan kemenangan kepada kami melawan
mereka, niscaya akan kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan
oleh orang Arab."
Dalam kejadian inilah firman Tuhan turun. "
Dan kalau kamu mengadakan pembalasan, balaslah
seperti yang mereka lakukan terhadap kamu. Tetapi kalau kamu tabah hati, itulah
yang paling baik bagi mereka yang berhati tabah (sabar). Dan hendaklah kau
tabahkan hatimu, dan ketabahan hatimu itu hanyalah dengan berpegang kepada
Tuhan. Jangan pula engkau bersedih hati terhadap mereka, jangan engkau bersesak
dada menghadapi apa yang mereka rencanakan itu." (Qur'an, 16: 126 - 127)
Lalu Rasulullah memaafkan mereka, ditabahkannya
hatinya dan ia melarang orang melakukan penganiayaan. Diselubunginya jenazah
Hamzah itu dengan mantelnya lalu disembahyangkannya. Ketika itu Shafia bt
Abd'l-Muttailb - saudara perempuannya - juga datang. Ditatapnya saudaranya itu,
lalu ia pun menyembahyangkannya dan mendoakan pengampunan baginya.
Nabi memerintahkan supaya korban-korban itu
dikuburkan di tempat mereka menemui ajalnya dan Hamzah juga dikuburkan. Sesudah
itu kaum Muslimin berangkat pulang ke Medinah, dibawah pimpinan Muhammad,
dengan meninggalkan 70 orang korban. Kepedihan terasa sekali melecut hati
mereka; karena kehancuran yang mereka alami setelah mendapat kemenangan, karena
rasa hina serta rendah diri yang menimpa mereka, setelah mendapat sukses yang
gilang-gemilang. Semua kejadian itu ialah karena pasukan pemanah sudah
melanggar perintah Nabi. Muslimin sudah terlalu sibuk mengurus rampasan perang
dari pihak musuh.
Nabi memasuki rumahnya dengan penuh pikiran.
Orang-orang Yahudi, orang-orang munafik dan musyrik di Yathrib memperlihatkan
perasaan gembira yang luarbiasa melihat kehancuran yang dialaminya dan dialami
sahabat-sahabatnya itu. Kewibawaan Muslimin di Medinah yang sudah mulai stabil,
dan tak ada lagi pihak yang merongrongnya, sekarang sudah hampir pula goncang
dan goyah.
Abdullah b. Ubayy b. Salul sudah berbalik dari
rombongan itu, ia pulang kembali dari Uhud, tidak ikut serta dalam pertempuran,
dengan alasan bahwa karena Muhammad tidak mau menerima pendapatnya, atau karena
Muhammad marah kepada orang-orang Yahudi anak buahnya. Sekiranya kekalahan Uhud
itu merupakan keputusan terakhir dalam hubungannya antara Muslimin dengan
Quraisy yang akan menentukan kedudukan Muhammad dan sahabat-sahabatnya di
kalangan Arab, tentu kewibawaan mereka di Yathrib akan goyah dan akan menjadi sasaran
ejekan Quraisy. Di mana-mana di seluruh jazirah Arab akan disebarkan pula
cemoohan-cemoohan demikian itu. Sekiranya ini jugalah yang terjadi tentu
akibatnya akan memberikan keberanian kepada orang-orang musyrik dan
penyembah-penyembah berhala terhadap agama Allah. Maka ini berarti suatu
bencana besar.
Oleh karena itu harus ada pukulan yang benar-benar
berani, yang akan dapat mengurangi beban kekalahan selama di Uhud, akan
mengembalikan kekuatan moril Muslimin dan sekaligus dapat menimbulkan kegentaran
pada pihak Yahudi dan orang-orang munafik. Dengan demikian kewibawaan Muhammad
dan sahabat-sahabatnya di Yathrib akan kembali kuat seperti sediakala.
Keesokan harinya setelah peristiwa Uhud - yang
terjadi pada malam 16 Syawal (tahun ke 5 Hijrah) - salah seorang muazzin Nabi
berseru kepada Muslimin dan mengerahkan mereka supaya bersiap-siap menghadapi
musuh dan mengadakan pengejaran. Tetapi yang dimintanya hanya mereka yang
pernah turut dalam peperangan itu. Setelah kaum Muslimin berangkat, pihak Abu Sufyan
merasa ketakutan sekali, bahwa musuhnya yang dari Medinah itu sekarang datang
dengan bantuan baru. Tidak berani ia menghadapi mereka.
Sementara itu Muhammad pun sudah sampai pula di
Hamra' 'l-Asad.8 Sedang Abu Sufyan dan teman-temannya berada di Rauha'. Waktu
itu Ma'bad al-Khuza'i lewat dan sebelumnya ia sudah pula lewat di tempat
Muhammad dan rombongannya itu. Ia ditanya oleh Abu Sufyan tentang keadaan
mereka itu, yang oleh Ma'bad - ketika itu ia masih dalam syirik -dijawab:
"Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah
berangkat mau mencari kamu, dalam jumlah yang belum pernah kulihat semacam itu.
Orang-orang yang dulunya tidak ikut, sekarang mereka menggabungkan diri dengan
dia. Mereka semua terdiri dari orang-orang yang sangat geram kepadamu,
orang-orang yang hendak membalas dendam."
No comments:
Post a Comment