Kemenangan Muslimin dalam perang Uhud pada pagi
hari itu sebenarnya adalah suatu mujizat. Adakalanya orang menafsirkan, bahwa
kemenangan itu disebabkan oleh kemahiran Muhammad mengatur barisan pemanah di
lereng bukit, merintangi pasukan berkuda dengan anak panah sehingga mereka
tidak dapat maju, juga tidak dapat menyergap Muslimin dari belakang. Ini memang
benar. Tetapi juga tidak salah, bahwa 600 orang Muslimin yang menyerbu jumlah
sebanyak lima kali lipat itupun, dengan perlengkapan yang juga demikian,
motifnya adalah iman, iman yang sungguh-sungguh, bahwa mereka dalam kebenaran.
Inilah yang membawa mujizat kepahlawanan melebihi
kepandaian pimpinan. Barangsiapa yang telah beriman kepada kebenaran, ia takkan
goncang oleh kekuatan materi, betapapun besarnya. Semua kekuatan batil yang
digabungkan sekalipun, takkan dapat menggoyahkan kebulatan tekadnya itu.
Dapatkah kita menganggap cukup dengan kepandaian pimpinan itu saja, padahal
barisan pemanah yang oleh Nabi ditempatkan di lereng bukit itu jumlahnya tidak
lebih dari 50 orang? Andaikata sekalipun mereka itu terdiri dari 200 orang atau
300 orang, mendapat serbuan dari mereka yang sudah bertekad mati, niscaya
mereka tidak akan dapat bertahan. Tetapi kekuatan yang terbesar, ialah kekuatan
konsepsi, kekuatan akidah, kekuatan iman yang sungguh-sungguh akan adanya
Kebenaran Tertinggi. Kekuatan inilah yang takkan dapat ditaklukkan selama orang
masih teguh berpegang kepada kebenaran itu.
Karena itulah, 3000 orang pasukan berkuda Quraisy
jadi hancur menghadapi serangan 600 orang Muslimin. Dan hampir-hampir pula
wanita-wanita merekapun akan menjadi tawanan perang yang hina dina.
Muslimin kini mengejar musuh itu sampai mereka
meletakkan senjata dimana saja asal jauh dari bekas markas mereka. Kaum
Muslimin sekarang mulai memperebutkan rampasan perang. Alangkah banyaknya
jumlah rampasan perang itu! Hal ini membuat mereka lupa mengikuti terus jejak
musuh, karena sudah mengharapkan kekayaan duniawi.
Mereka ini ternyata dilihat oleh pasukan pemanah
yang oleh Rasul diminta jangan meninggalkan tempat di gunung itu, sekalipun
mereka melihat kawan-kawannya diserang.
Dengan tak dapat menahan air liur melihat rampasan
perang itu, kepada satu sama lain mereka berkata:
"Kenapa kita masih tinggal disini juga dengan
tidak ada apa-apa. Tuhan telah menghancurkan musuh kita. Mereka,
saudara-saudara kita itu, sudah merebut markas musuh. Kesanalah juga kita, ikut
mengambil rampasan itu."
Yang seorang lagi tentu menjawab:
"Bukankah Rasulullah sudah berpesan jangan
meninggalkan tempat kita ini? Sekalipun kami diserang janganlah kami
dibantu."
Yang pertama berkata lagi:
"Rasulullah tidak menghendaki kita tinggal
disini terus-menerus, setelah Tuhan menghancurkan kaum musyrik itu."
Lalu mereka berselisih. Ketika itu juga tampil
Abdullah bin Jubair berpidato agar jangan mereka itu melanggar perintah Rasul.
Tetapi mereka sebahagian besar tidak patuh. Mereka berangkat juga. Yang masih
tinggal hanya beberapa orang saja, tidak sampai sepuluh orang. Seperti
kesibukan Muslimin yang lain, mereka yang ikut bergegas itu pun sibuk pula
dengan harta rampasan. Pada waktu itulah Khalid bin'l-Walid mengambil
kesempatan - dia sebagai komandan kavaleri Mekah - pasukannya dikerahkan ke
tempat pasukan pemanah, dan mereka inipun berhasil dikeluarkan dari sana.
Tindakan ini tidak disadari oleh pihak Muslimin.
Mereka sangat sibuk untuk memperhatikan soal itu atau soal apapun, karena
sedang menghadapi harta rampasan perang yang mereka keduk habis-habisan itu, sehingga
tiada seorangpun yang membiarkan apa saja yang dapat mereka ambil. Sementara
mereka sedang dalam keadaan serupa itu, tiba-tiba Khalid bin'l-Walid berseru
sekuat-kuatnya, dan sekaligus pihak Quraisypun mengerti, bahwa ia telah dapat
membalikkan anak buahnya ke belakang tentara Muslimin. Mereka yang tadinya
sudah terpukul mundur sekarang kembali lagi maju dan mendera Muslimin dengan
pukulan maut yang hebat sekali. Di sinilah giliran bencana itu berbalik. Setiap
Muslim telah melemparkan kembali hasil renggutan yang sudah ada di tangan itu,
dan kembali pula mereka mencabut pedang hendak bertempur lagi.
Tetapi sayang, sayang sekali! Barisan sudah
centang-perenang, persatuan sudah pecah-belah, pahlawan-pahlawan teladan dari
kalangan Muslimin telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka yang tadinya
berjuang dengan perintah Tuhan hendak mempertahankan iman, sekarang berjuang
hendak menyelamatkan diri dari cengkaman maut, dari lembah kehinaan. Mereka
yang tadinya berjuang dengan bersatu-padu, sekarang mereka berjuang dengan
bercerai-berai. Tak tahu lagi haluan hendak kemana. Tadinya mereka berjuang di
bawah satu pimpinan yang kuat dan teguh, sekarang berjuang tanpa pimpinan lagi.
Jadi tidak heran, apabila ada seorang Muslim
menghantamkan pedangnya kepada sesama Muslim dengan tiada disadarinya.
No comments:
Post a Comment